Jagarimba

Bertemu Si Cantik, Mungil dan Pemalu, di Hutan Mbeliling

Rufous-backed Kingfisher, Flores

Udang Punggung Merah / Rufous-backed Kingfisher (Ceyx rufidorsa)

Di alam liar, apapun bisa terjadi secara tiba – tiba dan tanpa diduga. Di sini lah kita diajarkan untuk selalu siap menghadapi kondisi apapun, siap menerima apapun yang terjadi baik susah maupun senang. Begitulah penjelasan yang paling singkat tentang apa yang saya alami selama tiga hari melakukan pengamatan burung dengan seorang doktor dan peneliti kawasan basah asal Selandia Baru, Joanne Ocock.

Peristiwa pertama adalah ‘dipermainkan’ oleh Celepuk Flores (burung hantu) / Flores scops-Owl di lereng Ranaka pada Sabtu malam (28/04/2018). Angin yang bertiup sangat kencang, membuat pepohonan di lereng Ranaka terombang – ambing tidak karuan. Dalam kondisi seperti ini, burung akan memilih untuk diam di tempat demi keamanan.  Bulan terang menjelang purnama membuat burung hantu kesulitan menjelajah karena intensitas cahaya terlalu tinggi.

Kami menunggu dengan sedikit harapan. Dua jam berlalu tanpa ada tanda – tanda burung hantu yang hanya ditemukan di Flores bagian tengah dan barat ini akan menyambut kedatangan kami di rumahnya. Setengah putus asa, ditambah badan yang lemah karena perut yang tidak diisi sejak siang, kami berjalan lunglai meninggalkan titik pengamatan. Belum sampai berpuluh langkah, tiba – tiba dua Celepuk Flores, ber-kek..kek..kek..di dahan yang tak terlalu tinggi. Kami berhenti. Berbalik arah menuju arah suara bersumber. Satu jam penuh, kami menikmati tingkah burung endemik Flores ini. Semua pose bahkan yang paling menantang yang pernah saya saksikan, dia pertontonkan. Alhasil, malam minggu serentak berubah menjadi ceria! Tidur pun tenang.

Peristiwa ke dua, masih dengan burung hantu. Kali ini dengan Celepuk Maluku (Moluccan scops-Owl). Titik pengamatan adalah tepi danau Vulkanis Sano Nggoang, Manggarai Barat, pada Minggu malam (29/04). Di titik pengamatan ini, bolehlah disebut sebagai ‘kampung kecil’ burung hantu bersuara serak ala Bebi Romeo ini :-D. Sekumpulan Celepuk Maluku mengepung kami. Jumlahnya 6 (enam)! Tiga Jam kami hanya bisa menikmati kepungan suara – suara serak di dahan – dahan Kemiri, tanpa melihat satu pun di antaranya. Rasanya lebih menyakitkan dibandinngkan dengan tidak menemukannya sama sekali.
Pulang dengan berpura – pura senang, bisa mendengar paduan suara Celepuk. Yah, beruntung ikan air tawar segar, digoreng dengan kematangan yang pas oleh Opa Petrus di Nunang, menjadi pelipur lara, ditutup sempurna dengan sebotol bir! Cheeers 🙂

Selesai? Tidak! Pukul 00.40, tengah malam, saya masih menikmati keheningan danau Sano Nggoang, tiba – tiba sebuah suara yang tidak asing menggema dari sisi utara mata air panas Sano Nggoang. Suara Celepuk Wallacea (Wallace’s Scops-Owl) menghentak kesunyian. Saya tidak bisa membangunkan Jo (panggilan Joanne). Saya berlari menuju arah suara, dan Celepuk hanya bertengger di ranting rendah, kebingungan menghadap cahaya lampu senter. Saya tidak sempat membawa kamera, tetapi tidak menyesal. Karena akhirnya menemukan burung hantu yang cukup pelit bersuara ini, bahkan di titik yang tidak pernah saya duga. Semoa Jo tidak membaca tulisan ini, ataupun jika membaca ia tidak bisa menerjemahkannya. :-D. Karena akan berakhir dengan email panjang, berisi amarah. Tidur kembali tenang!

Peristiwa ke tiga adalah yang paling menguras perasaan. Pagi selepas sarapan, mobil membawa kami ke start point trekking ke air terjun Cunca Rami. Beberapa burung eksotis kami jumpai sepanjang jalan, antara lain Sepah kerdil/Flores (Flores minivet) dan Seriwang Asia (Asian Paradise Flycatcher) yang menari di tepi jalan, lebih dari sepasang. Kami juga menemukan Kepodang (Black-naped Oriole)

Saat hendak menyeberangi sungai di kawasan air terjun, tiba – tiba seekor burung mungil terbang rendah melintasi sungai, lalu menghilang di antara pepohonan. Jantung tiba – tiba berdegup kencang. Saya sungguh yakin, jika itu adalah burung mungil yang selama ini dicari. Jo, sebagai peneliti kawasan basah, juga mengharapkan perjumpaan dengan burung ini. Sejak hari pertama ia sudah menunjukkan sketsa burung yang dimaksud, dan saya mengatakan; We need more than just lucky to see this one! But, this is wild, everything’s possible! Benar saja, setelah mengendap – endap di antara pepohonan di tepi sungai, kami menemukan si cantik, mungil dan pemalu Udang Punggung merah, atau yang juga orang menyebutnya sebagai Cekakak Api! (Rufous-backed Kingfisher / Oriental Dwarf-Kingfisher). Burung yang sering bersembunyi ini terlihat tenang bertengger, hanya berpindah – pindah di dahan – dahan rendah dalam jarak yang sangat dekat. Burung ini adalah burung pemalu yang bertengger di dahan rendah dan tersembunyi. Suaranya pun sangat lembut bahkan nyaris tidak terdengar. Meski telah dimasukkan sebagai salah satu burung yang ditemukan di Flores, tetapi tidak banyak data yang terekam.

Dengan leluasa, saya mengabadikan momen langka ini. Saya berhasil merekam berbagai pose yang ditampilkan dengan sudut pengambilan yang lengkap, tampak depan, samping kiri dan kanan, juga tampak belakang, termasuk sebuah video berdurasi 1 menit. Ini adalah kado terbaik yang saya terima dari alam, hari ini. Setelah kali pertama saya menemukannya di Puar Lolo, Mbeliling, bulan Februari lalu, saya bahkan tidak terlalu yakin bisa kembali menemukannya di sini, hari ini dan sedekat ini. Dengan begini, maka area penyebaran Udang Punggung Merah di kawasan hutan Mbeliling semakin luas dengan kemungkinan ditemukan mencapai 20%. Alam selalu memiliki cara agar kita semakin dekat dengannya, termasuk menyajikan sesuatu yang indah dan menakjubkan, melebihi yang kita harapkan. Semoga alam Flores tidak berhenti memberikan anugerah – anugerah indahnya bagi mereka yang mau menemukan dan menjaganya. Salam lestari.

Exit mobile version