Kisah Poco Ndeki Yang Hampir Usai

4 3,707

Bagi para pengamat burung yang mengunjungi pulau Flores, pasti tidak asing dengan nama Poco Ndeki. Gunung berhutan teropis kering di pesisir selatan Manggarai Timur itu begitu mudah ditemukan dalam berbagai laporan pengamatan burung di masa silam. Beberapa laporan yang sebagian besar dibuat oleh para pengamat dari luar negeri itu mencatat daftar burung yang mencengangkan.

Sampai saat ini ada sekitar 8 jenis endemik Flores tercatat ditemukan di hutan Poco Ndeki. Mereka antara lain; Elang Flores, Punai Flores, Celepuk Wallacea, Perkici Flores, Opior Flores, Gagak Flores, Opior Paruh Tebal, Kipasan Flores dan Opior Jambul. Beberapa warga lokal yang saya temui mengaku juga kadang menemukan  Serindit Flores di lereng gunung dengan ketinggian 940 mdpl ini. Pada tahun 80-an hingga pertengahan 90-an bahkan kawasan hutan di pesisir laut Sawu ini juga dihuni oleh kelompok Kakatua Jambul Kuning. Kakatua Jambul Kuning, seperti yang juga terjadi di daerah lain di Flores, telah hilang secara misterius dalam kurun waktu yang sangat singkat di tahun 90-an.

Kisah hutan Poco Ndeki sepertinya telah berubah. Dalam kurun dua dekade belakangan, perburuan burung di kawasan ini benar – benar masif dilakukan oleh oknum warga lokal dan para pemburu dari luar. Ternyata, pesona Poco Ndeki sebagai kawasan dengan tingkat kepadatan burung yang tinggi juga dikenal luas di kalangan para pemburu burung kicau dan pelaku perdagangan burung.

Saya telah berbincang dengan beberapa orang yang sering melakukan penangkapan burung di kawasan itu untuk dijual. Mereka mengaku telah aktif menangkap burung sejak tahun 90-an. Mula – mula, mereka aktif menangkap jenis burung Anis Kembang. Penangkapan yang dilakukan terus – menerus dan menggunakan jaring berukuran besar membuat burung jenis ini habis dalam waktu singkat. Hingga hari ini, Anis Kembang tak pernah lagi ditemukan di Poco Ndeki.

Kisah hilangnya Anis Kembang dari Poco Ndeki adalah secuil kisah dari hancurnya ekologi kawasan ini. Ketika Anis Kembang musnah, burung – burung kicau lainnya ikut disasar. Tidak tanggung – tanggung, tiga jenis Opior endemik Flores yakni Opior Flores, Opior Paruh Tebal dan Opior Jambul diburu sekaligus, yang menyebabkan tiga jenis ini turut menghilang.

Dari aktifitas penangkapan untuk dijual ke Jawa dan Bali, Poco Ndeki telah kehilangan sekurang – kurangnya 4 jenis burung kicau dalam kurun waku kurang dari 15 tahun. Perburuan untuk dibunuh menyumbang kerusakan yang lebih luas. Bayangkan saja pada akhir tahun 2018 kemarin, ditemukan seekor Celepuk Maluku yang telah tewas diterjang peluru senapan angin para pemburu. Bangkai Celepuk dibiarkan tergeletak begitu saja di tepi jalan ke aran Bondei seperti yang diberitakan oleh Kompas .com (Para Pemandu Resah Maraknya Perburuan Burung Endemik Flores ) Jika jenis Celepuk yang dagingnya tidak mereka makan saja tetap mereka habisi, bagaimana nasib burung lain yang mereka makan?

Perburuan menggunakan senapan angin telah menyeret hutan Poco Ndeki ke titik akhir kisahnya. Dalam sepekan yang lalu, saya berada di Poco Ndeki dalam rangka pengumpulan spesimen tanaman. Kondisi hutan semakin memprihatinkan. Penebangan pohon di mana – mana. Para pemburu menenteng senapan ke sana kemari. Salah satu keresahan yang paling dalam adalah kelangsungan salah satu burung endemik Flores yang mulai sulit ditemukan, Punai Flores. Burung ini begitu mudah dijadikan sasaran tembak pemburu karena bentuk tubuhnya yang tambun dan kebiasaannya yang bertengger diam dalam waktu yang lama.

Di Poco Ndeki, burung ini bertengger di dahan – dahan rendah di lereng bukit dengan vegetasi yang longgar di mana warga biasa melakukan aktifitas setiap hari. Bukan tidak mungkin, para pemburu akan dengan mudah menemukan burung ini dan menjadikaannya sasaran perburuan untuk dimakan. Warga yang saya temui di sekitar lokasi penemuan burung ini mengaku sering melihatnya terbang melintasi lereng dan kadang bertengger di pepohonan di dalam kebun warga. Burung ini juga beberapa kali ditembak mati untuk dimakan. “Dagingnya enak. Macam pergam.” Aku seorang warga. Mereka tidak mengetahui jika burung yang mereka buru adalah burung langka yang hanya ada di Flores.

Ketika saya memberitahu soal status burung ini, awalnya mereka tidak yakin, hingga saya menunjukkan buku yang saya bawa serta, dan juga sebuah artikel tentang burung endemik Flores di handphone. Saya sendiri tidak begitu yakin jika mereka akan berhenti memburu burung ini setelah mengetahui kondisi dan satatusnya. Saya hanya yakin bahwa pengetahuan yang cukup akan membantu mereka untuk berpikir ulang tentang kebiasaan berburu yang mereka lakukan. Sejauh pengamatan saya, saat ini hanya tersisa 3 burung endemik Flores yang mendiami Poco Ndeki, yakni Gagak Flores, Punai Flores dan Celepuk Wallacea. Dalam beberapa laporan terakhir, bahkan Punai Flores seringkali luput dari daftar yang ditemukan di sini.

Melihat kondisi hari ini, dibandingkan dengan cerita warga di sekitar Kisol dan Sere, serta laporan pengamatan di masa lampau, ada sebuah isyarat kehancuran serius sedang membayang – bayangi usia hutan Poco Ndeki. Kondisi yang kritis ini tidak juga ditanggapi serius baik oleh masyarakat, para pengamat dan pemerhati, juga oleh pemerintah. Tidak ada satu pun penanda kawasan hutan di sini. Tidak ada juga himbauan dalam bentuk tulisan di sekitar kawasan. Kawasan hutan Poco Ndeki tampak dibiarkan terbengkelai tanpa perlindungan. Tanpa adanya kepedulian serius dari Pemerintah, masyarakat lokal dan para pemerhati lingkungan, pesona Poco Ndeki yang  telah ada di titik nadir akan benar – benar habis, benar – benar usai.

4 Comments
  1. Melky Pantur says

    Luar biasa!

    1. Jagarimba says

      Terimkasih om Melky

  2. Ardy says

    Beberapa tahun yg lalu saya saksikan bgaimana seorg WNA memarahi seorg warga lokal yg sedang tenteng senapan angin. Ini artinya tingkat kepedulian org asing lebih tinggi..dibandingkan kita. Semestinya pemerintah setempat harus keluarkan peraturan tanpa harus menunggu perintah dari instansi terkait. Saya pribadi sangat prihatin dgn populasi burung endemik yg sdh punah ini. Alangkah baiknya yg punya senapan jg pandai2 tahan diri. Masih bnyk hewan perusak lain yg harus kita basmi…ketimbang burung yg tdk berdosa. Pemerintah setempat harus perhatikan ini.

    1. Jagarimba says

      Selain pemerintah, juga lembaga – lembaga pendidikan juga sudah saatnya aktif memberikan kampanye soal ini om Ardy.

Leave A Reply

Your email address will not be published.